Sabtu, 17 September 2022

SAYEMBARA SANG DALANG


 

Setelah berhasil membuat gebrakan di pendopo keraton sang dalang ini semakin terkenal dan semakin banyak jadwal pentas yang diterimanya, meski demikian hal itu tidak membuat si dalang menjadi sombong dan berpenampilan glamor, si dalang tetap berpenampilan sederhana dan rendah hati,bahkan saat men-dalang hanya memakai pakaian serba hitam dan memakai ikat kepala atau iket sebagai udeng,  hinga suatu hari ki gondho martoyo yang telah mendapatkan istri seorang selir raja itu tengah diundang disebuah kadipaten untuk mementaskan pertunjukan wayang kulit. Ia pentas disebuah pendopo di salah satu kadipaten di dekat daerah asalnya. Meski tidak ikut pentas, sang istri/selir raja yang dihadiahkan itu ikut menunggu si dalang yang tengah mempertunjukan pertunjukan wayang kulit.

Seperti biasa , dalam pentas si dalang mempertunjukan kelihaiannya dalam melakukan gerak gerik dan drama disetiap adegan wayang kulit. Hingga sampai adegan perang kembang yaitu adegan perang antara arjuna dengan raksasa, yang biasanya adegan ini dimainkan setelah goro-goro atau selingan dalam pertunjukan wayang, si dalang mendengar ada beberapa penonton yang menghibah si dalang “dalange gur kaya wong ngarit kok, bojone ayumen”/”dalangnya hanya seperti orang mencari rumput kok istrinya cantik sekali”,, setelah mendengar suara itu si dalang hanya diam dan tidak marah, ia menyelesaikan adegan perang antara arjuna dengan raksasa itu hingga selesai dengan gugurnya raksasa oleh panah arjuna.

Setelah adegan perang itu selesai si dalang berdiri dari tempat duduknya dan menghampiri para penonton dengan membawa wayang panah yang baru saja dipakai untuk menampilkan tokoh arjuna memanah tersebut, kemudian si dalang menghadap ke salah satu saka guru pendopo itu  dan menancapkan panah yang hanya terbuat dari kulit kerbau itu pada tiang penyangga pendopo yang terbuat dari kayu layaknya menancapkan senjata logam pada pohon pisang, , setelah itu si dalang membuat sayembara kepada masyarakat dan para penonton yang menggoda istrinya,, “wes rasah mbedo bojoku, nek kowe do isoh njabut panah iki bojoku pek’en”/ “sudah,tidak usah meggoda istriku, jika kalian bisa mencabut panah ini, istriku boleh kalian ambil”,,

Hingga pertunjukan berakhir tidak ada satupun yang bisa mencabut panah yang ditancapkan oleh sang dalang linuwih ini, dan hal ini membuktikan kepada masyarakat bahwa ternyata si dalang tidak hanya pandai dalam memainkan tokoh wayang dan memainkan setiap adegan dalam wayang kulit namun sang dalang memang orang terpilih dan bukan orang sembarangan yang memiliki kelebihan dan diberikan oleh Tuhan YME kelebihan yang lain dari yang lain.

Setelah sayembara itu si dalang semakin terhormat dan disegani oleh masyarakat umum, si dalang memiliki banyak keturunan dan semuanya menjadi orang hebat dan dihormati oleh masyarakat umum,.  

Share:

0 komentar:

Posting Komentar