Dewa
Ruci
Pagi
yang indah di padepokan soka lima, padepokan tempat tinggal begawan drona,
seperti biasa pagi yang cerah itu dihiasi oleh kicauan burung yang merdu dan
kumbang-kumbang yang berkumpul menghisap sari-sari bunga , padepokan yang yang
didesain dengan pendopo kecil yang biasanya dipakai untuk berkumpulnya para
siswa dari resi drona dengan dikelilingi tanaman bunga yang menyebarkan aroma
wewangian. Ikan di kolam seolah menari di dalam air ikut menikmati keindahan
pagi di padepokan sokalima. Pagi itu
berjalan seperti biasa , sang begawan drona yang telah selesai bermeditasi segera duduk di pendopo
kecil untuk menikmati udaa segar dan minum teh untuk menghangatkan badan, di
sana sang resi ditemani oleh sang anak tunggal yaitu bambang aswatama, mereka berbicara
tentang ilmu memanah dan sesekali membicarakan bima yang akhir-akhir ini
mendekat dengan sang resi drona untuk mempelajari ilmu ketuhanan.
Sebelum
pembicaraan mereka selesai, tiba-tiba terdengar suara kereta kuda dengan di
iringi oleh pasukan berkuda. Ternyata itu adalah utusan dari negara hastina
pura. Tanpa terduga sang begawan drona didatangi oleh patih sangkuni dengan
para kurawa serta prajurit andalan negara hastina pura, seperti biasa drona
menyambut baik tamu agung dari negara hastina tersebut. namun kedatangan
sangkuni tidak bermaksut baik, ia mempermasalahkan atas ketidak hadiran resi
drona dalam pertemuan kerajaan beberapa bulan terakhir, yang kedua sangkuni
menyalahkan drona yang akhir-akhir ini dekat dengan panenggak pandawa yaitu bima
yang jelas-jelas adalah musuh bagi para kurawa, para kurawa khawatir drona akan
memberikan ilmu yang tinggi kepada bima dan memperkuat pandawa . hal ini
dianggap sangat mengancam keselamatan para kurawa. Resi drona menjelaskan bahwa
ia memang tidak hadir dalam beberapa pertemuan di kerajaan dan memang
membimbing bima mempelajari ilmu, namun ilmu yang dipelajari bima adalah ilmu
ketuhanan, bukan ilmu kasatrian ataupun ilmu perang dan tidak ada hubungannya
dengan kekuatan. Namun penjelasan itu tidak diterima sangkuni. Dan sangkuni
mengancam akan meratakan bumi sokalima dan menghukum drona jika tidak berhenti
membimbing bima.
Tak
lama kemudian dari kejauhan bima terlihat datang menuju padepokan sokalima.
Para kurawa dan sangkuni pun bersembunyi didalam padepokan dan mengancam drona
jika berani memberikan ilmu kepada bima maka sokalima akan diobrak-abrik.
Dengan tenang resi drona mempersilahkan
para kurawa dan sangkuni untuk masuk kedalam ruangan di sokalima, drona yang merasa
tidak melakukan kesalahan dengan tenang menerima kedatangan bima. Bima datang
dengan tujuan ingin mempelajari katuhanan, dengan rendah hati bima meghaturkan
salam kepada gurunya sang resi drona. Drona menjawab salam dan memberkati bima,
setelah beberapa waktu, bima pun memberi tahu maksut kedatangannya, kali ini
bima memohon kepada sang guru untuk diajari ilmu “sangkan paraning dumadi” .
resi drona yang mendengar hal itu terdiam dan mengatakan kepada bima bahwa ilmu
itu adalah ilmu tingkat tinggi. jika ia ingin mempelajari ilmu itu tentu saja
ada syarat yang harus ia penuhi. Maka resi drona meminta kepada bima mencari
“kayu gung susuhing angin” dengan tegas bima menerima persyaratan yang
diberikan oleh gurunya itu. Bima bertanya kepada resi drona dimana harus
mencari kayu yang diminta olehnya, resi drona pun menjawab kayu itu berada di
gunung candramuka. Setelah mendengar jawaban dari resi drona bima pun langsung
mohon pamit kepada resi drona untuk segera bergegas pergi ke gunung candramuka.
Setelah
bima pergi, patih sangkuni keluar dari persembunyian dengan menari-nari
kegirangan, dan memeluk resi drona, patih sangkui tau bahwa gunung candramuka
adalah tempat yang sangat angker dan berbahaya, sudah terkenal tidak akan ada
yang bisa selamat setelah masuk ke gunung itu. Sangkuni memberi tau drona jika
bima benar-benar tewas di gunung itu maka drona akan diangkat drajadnya dan
diberi kedudukan tinggi di negara hastina. Setelah itu patih sangkuni segera
pamit untuk kembali ke hastina, drona dengan tenang mempersilahkan mereka.
Bima
yang sangat bersemangat ingin menemukan kayu yang diminta oleh gurunya pergi ke
gunung dengan menggunakan ajian “blabag pengantul-antul” dengan ajian itu bima
bisa melompat jauh dengan diiringi oleh
angin besar. Dengan sekejap bima segera sampai di gunung candramuka. Bima
melihat gunung yang memiliki pepohonan besar dengan akar-akar yang menjalar
seperti ular, dedaunan yang saling terhubung hingga tidak dapat ditembus oleh
sinar matahari. Banyak duri-duri yang tajam menyelimuti pohon yang merambat
seolah membuat anyaman. Batu-batu besar terlihat seperti raksasa yang tengah
tertidur dan keadaan hutan yang begitu lebat serta menyeramkan. Namun hal itu
tidak membuat bima takut, bima menggeram untuk menambah keberaniannya dan
dengan segera mencabut pohon pohon besar dari tanah dan mengangkat batu- batu
besar yang ada. Karena bima sendir belum pernah melihat kayu yang diinginkan
oleh drona maka bima pun dengan membabi buta mengobrak abrik dan memporak
poradakan pohon dan batu-batu di gunung candramuka tersebut. ternyata gunung
candramuka tersebut dikuasai oleh dua raksasa kembar yaitu rukmuka dan
rukmakala, kedua raksasa itu sudah berhari-hari tidak makan karena semua
binatang sudah habis dimakan mereka. Kedua raksasa itu pun mulai mencium bau
manusia yang datang, maka dengan cepat mereka segera mencari dan mengikuti bau
manusia itu. Ternyata setelah bima semakin jauh masuk kehutan bima tiba-tiba
dihampiri oleh kedua raksasa yang berbadan besar itu. Kedua raksasa itu bersuka
ria karena ada makanan datang tepat pada saat mereka lapar dan makanan itu
adalah manusia dengan ukuran besar. Raksasa itu bertanya kepada bima apa yang
dia cari, hingga datang ke gunung yang bahkan tidak pernah ada yang berani
mengunjunginya itu. Bima memberi tau alasan mengobrak abrik gunung itu adalah mencari
“kayu gung susuhing angin” raksasa itu tidak pernah mendengar kayu itu, dan
karena bima telah berani masuk ke gunung itu maka bima harus mau dimakan oleh
raksasa itu. Bima pun dengan berani menantang kedua raksasa kembar itu. Jika
raksasa itu berhasil memakan bima maka mereka akan kenyang selamanya tapi jika
tidak berhasil maka bima tidak segan-segan untuk meghabisi mereka. Pertarungan
pun terjadi, kedua raksasa itu mengeroyok bima. Meski sendirian, Bima dengan
kekuatannya berhasil mengimbangi mereka. Namun setiap raksasa itu berhasil
dibunuh salah satu oleh bima setelah dilompati oleh raksasa yang satu lagi,
raksasa yang mati itu kembali hidup. Bima mulai agak kuwalahan dan mencari ide
untuk menghabisi mereka berdu sekaligus agar setelah mati salah satu tidak ada
yang hidup kembali seperti yang sudah terjadi. Bima mendapatkan ide dan berniat
untuk membenturkan kepala kedua raksasa tersebut, akhirnya dengan sekuat tenaga
bima berhasil menangkap kedua rasasa itu dan dengan kekuatan penuh bima
membenturkan kepala kedua raksasa itu hingga pecah dan keduanya mati bersamaan.
Setelah kedua raksasa kembar itu mati tiba tiba dari tubuh raksasa itu muncul
cahaya terang disertai dengan angin besar yang berbau harum, kedua raksasa itu
berubah menjadi dua dewa yaitu dewa indra dan dewa bayu. Kedua dewa itu
memberikan anugerah kepada bima dengan menjelaskan maksut dan makna sebenarnya
dari “kayu gung susuhing angin” yaitu tubuh manusia yang masih disinggahi oleh
sang maha hidup, disebut “susuhing angin” atau sarang angin karena tubuh
manusia yang masih hidup selalu bernafas menghirup dan mengeluarkan angin dan
diberi nama “ kay gung” atau kayu besar adalah tekat manusia itu sendiri. Tekat
bima yang kuat untuk berusaha mencari jati diri itulah yang disebut dengan
“kayu gung susuhing angin” setelah mendengar penjelasan dari dewa bayu dan dewa
indra bima terlihat berseri-seri karena merasa mendapatkan ilmu yang begitu
dalam dan mendapatkan apa yang di minta resi drona sebagai syarat untuk
mendapatkan ilmu ketuhanan yang diminta olehnya. Setelah menjelaskan kepada
bima tentang kayu gung susuhing angin dewa bayu dan dewa indra memberi hadiah
kepada bima berupa cincin bernama “supe druwendra” karena atas jasa bima kedua dewa itu dapat
terbebas dari hukuman kutukan sang batara manikmaya atas kesalahan mereka
sehingga berubah menjadi raksasa. Setelah memberikan anugrah kepada bima kedua
dewa itu pergi dan berpesan kepada bima untuk tetap berbakti kepada drona
karena resi drona lah yang akan memberikan petunjuk kepada bima untuk
mendapatkan ilmu ketuhanan tersebut.
Bima
segera kembali ke sokalima untuk menemui resi drona, di tengah jalan patih
sangkuni dan kurawa yang melihat bima dari kejauhan terkejut dan melongo,
karena setelah masuk ke gunung candramuka bima tidak mati malah wajahnya
terlihat bersinar, sangkuni yang melihat hal itu segera menggiring kembali para
kurawa ke sokalima dan kembali bersembunyi di dalam ruangan di padepokan
sokalima dan mencela drona karena tidak berhasil membunuh bima, resi drona yang
diperlakukan semacam itu tetap tenang dan menghadapi semua dengan kepala
dingin. Tak lama kemudian bima hadir datang di padepokan sokalima. Bima
menceritakan hal yang dialaminya di gunung candramuka. Bima yang telah
mengobrak abrik hutan ditemui dua raksasa ganas jelmaan dewa bayu dan indra
serta telah diberi tau maksut dari kayu gung susuhing angin, resi drona merasa
lega atas keberhasilan bima yang berhasil menjawab apa yang menjadi sayembaranya,
maka resi drona mengajukan syarat yang kedua yaitu ia meminta bima untuk
mencari “banyu suci perwita sari” yang berada ditengah samudra “minang kalbu”.
Bima tanpa pikir panjang langsung menerima permintaan itu dan bertanya kepada
drona di samudra manakah bima harus mencari, apakah di laut selatan atau di
laut utara. Resi drona menjawab bahwa air suci itu berada ditempat yang bima
yakini. Jika bima yakin air itu berada di samudera selatan maka ia akan
menemukannya disana, jika di laut utara maka bima akan menemukan disana pula. Bima
pun pamit kepada resi drona dan meminta restu, serta segera bergegas kembali ke
amarta untuk menemui ibu dan saudaranya untuk berpamitan.
Setelah
bima meninggalkan sokalima sangkuni kembali keluar dari persembunyian untuk
bersuka ria. dengan ingar bingar memeluk drona dan dapat memastikan bahwa bima
akan mati karena tidak akan ada yang selamat setelah menceburkan diri ke
samudra. Serta menjanjikan drona akan diberi imbalan besar dan segera mengajak
semua kurawa kembali ke kerajaan hastina.
Di
negara amarta bima disambut oleh ibu dan keempat saudaranya. Disana bima
berpamitan kepada ibu dan saudaranya untuk pergi mencari air suci ditengah
samudera. Ibu dan keempat saudaranya pun tidak mengijinkan bima untuk mencebur
ke samudera, karena jika bima pergi maka tidak akan ada lagi yang menjadi
pengayom bagi saudaranya. namun tekat bima tidak dapat dihentikan. Sekali lagi
bima memohon doa restu kepada dewi kunti untuk mencebur ke samudera mencari air
suci, akhir nya sang ibu mengizinkan bima, bima pun segera berangkat setelah
mendapat restu dari dewi kunti. Setelah bima berangkat Arjuna pun segera ikut
pamit untuk pergi menemui resi drona dengan tujuan jika sampai kakaknya celaka
maka resi drona harus bertanggung jawab.
Bima yang
berangkat ke samudra Dengan cepat sudah sampai di tepi laut. Melihat luasnya
samudera yang terlihat tak bertepi dengan ombak yang bergulung seolah tidak ada
habisnya dan membentur ke batu karang dengan keras bima merasa miris, dalam
hati merasa takut, dan berfikir apakah apa yang dia lakukan ini benar. Lalu
bima pun teringat dengan pesan ibunya bahwa orang yang bersungguh-sungguh akan
mendapatkan apa yang dia cari dan keyakinan di dalam diri adalah kunci dari
segala kesuksesan. Maka bima merasa bangkit dan segera berjalan menuju ketengah
samudera semakin ke tengah semakin menengah hingga ombak besar menarik dan
menggulungkan tubuh bima hingga terombang ambing dan membuat bima kehilangan
kesadaran. Ternyata jauh di tengah
samudera ada seekor naga yang tengah muncul di permukaan,naga raksasa dengan
mahkota di kepalanya yang menyemburkan air hingga seperti banjir besar, dan
ekornya menggeliat ke atas seolah akan menarik bintang dari langit. Naga yang
melihat tubuh bima terombang ambing oleh ombak samudra segera meluncur untuk
mencabik cabik tubuh bima.bima yang kehilangan kesadaran dililit oleh naga
besar itu dan pahanya digigit naga hingga taring naga itu tembus. Hal itu
membuat bima yang kehilangan kesadaran menjadi terbangun. Dengan setengah sadar
dan berada diantara hidup dan mati bima berusaha melepaskan gigitan ular naga
yang menggigit pahanya tersebut.sangking kuatnya bima yang berusaha melepaskan
gigitan itu, tanpa sengaja hingga merobek mulut ular naga hingga naga terbelah
menjadi dua dan mati seketika, lautan pun menjadi merah darah. Setelah itu
tiba-tiba ada cahaya muncul dari ular tersebut. dan bima ditemui oleh manusia
berukuran kecil yang wajahnya mirip dengannya namun memancarkan cahaya yang
terang dan menyejukkan. Perwujudan kecil
itu bertanya kepada bima kenapa ia menceburkan diri ke samudra, bima menjawab
bahwa ia ingin mencari air perwita sari, lalu wujud anak kecil yang mengaku
dirinya adalah dewaruci itu menjelaskan bahwa air perwitasari adalah air suci
yang ada didalam hati bima sendiri yang tidak bisa dikendalikan dan terikat
oleh hawa nafsu yang berwujud kecil atau dewa ruci adalah jati diri bima
sendiri, bima masih bingung dan meminta dewa ruci menjelaskan bagaimana
penjelasannya, lalu dewa ruci menjelaskan bahwa bima yang diombang ambingkan
ombak dan diserang oleh naga, namun masih bisa selamat, itu menjadi pertanda
bahwa bima sudah bisa mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Bima yang tadinya
berdiri tegak pun berlutut dan memberi penghormatan kepada dewa ruci dan bima
yang biasanya tidak bisa berbahasa halus namun kepada dewa ruci bima berbicara
menggunakan bahasa yang halus dan tertata. Dengan rendah hati bima memohon
kepada dewa ruci untuk memberi tahu jalan kesempurnaan dan kebahagiaan hidup,
dewa ruci pun mengabulkan permintaan bima , dewa ruci menyuruh bima untuk masuk
kedalam tubuhnya, dengan tekat yang kuat sang maha kuasa akan mengabulkannya.
Bima pun masuk kedalam tubuh dewa ruci, disana bima merasa tenang dan tentram,
tempat yang sangat luas tanpa batas, hanya ada tentram dan ketenangan jiwa.
Dewa ruci pun memberi tau bahwa bima sudah berhasil membuka tabir dan masuk
kedalam hati, hal inilah yang menjadi sarana membuatnya dekat dengan sang maha
suci. Dewa ruci juga menjelaskan bahwa cahaya terang yang berwarna warni itu
adalah pertanda bahwa bima sudah berhasil menguasai dan mengendalikan hawa
nafsunya dengan jalan beribadah dan menerapkan dalam setiap langkah
kehidupannya.bima merasa senang dan meminta ijin untuk tetap berada disana
karena disana bima sudah merasa tenang dan damai, namun dewa ruci tidak
mengizinkannya karena belum tiba saatnya, masih ada kewajiban hidup yang harus
diselesaikan oleh bima. Ibarat orang makan bima hanya sedang mencicipinya dan
akan tiba saatnya besuk bima akan mendapatkan kedamaian sejati yang kekal di
hadapan sang pencipta, kemudian bima dikeluarkan dari tubuh dewa ruci dengan
rambut sudah digelung atau diikat diatas sebagai tanda bima sudah mencapai
tataran makrifat, dan setelah itu sang dewa ruci menyatu dengan bima yang sudah
mengerti akan jati diri dan kesempurnaan hidup.
Disisi
lain arjuna yang pergi ke sokalima memojokkan resi drona karena sudah sampai
tengah hari kakaknya bima belum kembali kedaratan dan resi drona lah yang
menyuruh bima masuk ke samudra maka drona yang merasa bertanggungjawab atas
muridnya mencoba menyusul bima dan setuju untuk ikut mencebur ke samudra.
Sesampainya di tepi laut drona yang masih manusia biasa melihat ombak bergulung
dan menerpa batu karang dan melihat luasnya samudra yang tanpa batas merasa
miris namun karena drona bertanggung jawab dengan muridnya dan sebagai guru di
negara hastina drona harus berani dengan segala resiko atas semuanya drona pun
tanpa pikir panjang segera meloncat ke samudra, arjuna menunggu di tepi pantai,
tak lama kemudian arjuna melihat seseorang muncul dari samudra, teryata itu
adalah bima dengan rambut yang diikat diatas kepala yang sedang menggendong
resi drona. Selain mengucap rasa syukur bima mengucapkan terimakasih atas
bimbingan dari gurunya drona karena berkat petunjuk yang diberikan resi drona
bima pun berhasil menemukan jati dirinya dan menemukan apa yang selama ini ia
cari.
Oleh : Riyadi Setyawan S.Sn
0 komentar:
Posting Komentar